Minggu, 24 Mei 2009

isu-kiamat--2012

Isu Kiamat Tahun 2012 yang Meresahkan
oleh; Yuni Ikawati
Rabu, 26 November 2008 13:07 WIB

Di internet saat ini tengah dibanjiri tulisan yang membahas prediksi suku-Maya yang pernah hidup di selatan-Meksiko atau Guatemala tentang kiamat yang bakal terjadi pada 21-Desember-2012.

Pada manuskrip peninggalan suku yang dikenal menguasai ilmu-falak dan sistem-penanggalan ini, disebutkan pada tanggal di atas akan muncul gelombang-galaksi yang besar sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka-Bumi ini.

Di luar ramalan suku-Maya yang belum diketahui dasar perhitungannya, menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bambang S. Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai-Matahari. Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak tahun 1975.

Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai-Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan-besar di atmosfer-Matahari yang daya-nya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran-partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.

Gangguan cuaca-Matahari ini dapat mempengaruhi kondisi muatan-antariksa hingga mempengaruhi magnet-Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem-kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit-navigasi global positioning system (GPS) dan sistem-komunikasi yang menggunakan satelit-komunikasi dan gelombang-frekuensi-tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan-manusia.

”Karena gangguan magnet-Bumi, pengguna alat pacu-jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.


Langkah-Antisipatif

Dari Matahari, miliaran-partikel-elektron sampai ke lapisan-ionosfer-Bumi dalam waktu empat-hari, jelas Jiyo-Harjosuwito, Kepala Kelompok Peneliti Ionosfer dan Propagasi Gelombang Radio. Dampak dari serbuan partikel elektron itu di kutub magnet Bumi berlangsung selama beberapa hari. Selama waktu itu dapat dilakukan langkah antisipatif untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Mengantisipasi munculnya badai-antariksa itu, lanjut Bambang, Lapan tengah membangun pusat sistem pemantau cuaca antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan Bandung. Obyek yang dipantau antara lain lapisan ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh pada Januari 2009 mendatang.

Langkah antisipatif yang telah dilakukan Lapan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari munculnya badai antariksa, yaitu Dephankam, TNI, Dephub, PLN dan Depkominfo, serta pemerintah daerah. Saat ini pelatihan bagi aparat pemda yang mengoperasikan radio-HF telah dilakukan sejak lama, kini telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal radio.


Bambang mengimbau PLN agar melakukan langkah antisipatif dengan melakukan pemadaman sistem kelistrikan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk. Untuk itu, sosialisasi harus dilakukan pada masyarakat bila langkah itu akan diambil.

Selain itu, penerbangan dan pelayaran yang mengandalkan satelit-GPS sebagai sistem-navigasi hendaknya menggunakan sistem-manual ketika badai-antariksa terjadi, dalam memandu tinggal-landas atau pendaratan pesawat-terbang.

Perubahan densitas elektron akibat cuaca antariksa, jelas peneliti dari PPSA Lapan, Effendi, dapat mengubah kecepatan gelombang radio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delai-propagasi pada sinyal-GPS.

Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tak berfungsi lagi.

Saat ini Lapan telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk menghadapi gangguan tersebut untuk komunikasi radio HF.

”Saat ini tengah dipersiapkan pemodelan yang sama untuk bidang navigasi,” tutur Bambang.


Yuni Ikawati
Sumber : Kompas Cetak
___________________________________________________________________
(sumber; Kompas.com & YesusKristus.com)

library;
~ library-1


video-illustration about it;

~ vide0-1






~ vide0-2
~ vide0-3
~ vide0-4
~ vide0-5


Jumat, 08 Mei 2009

Radio-Compass--Dream

Radio-Compass

Apa itu radio-compass?

Yang jelas bukan radio untuk yang sering mengudarakan berita terkini atau melantunkan lagu-lagu hits teranyar. Dan juga bukan radio transistor yang dilengkapi dengan kompas.

Alat ini memiliki fungsi seperti kompas. Bedanya, jika kompas bekerja karena adanya medan magnet Kutub-Utara dan Kutub-Selatan, maka Radio-Compass bekerja karena adanya pemancar-gelombang-radio yang biasanya sengaja dipasang pada lapangan terbang.
Radio-Compass ini menjadi alat navigasi yang sangat vital, terlebih sebelum dunia sipil belum diperkenankan untuk menggunakan GPS (Global Positioning System). Terbang tinggi di angkasa untuk menuju ke tempat yang jauh, hanya akan membahayakan penerbangan tanpa dilengkapi peralatan navigasi yang memadai. Misalnya Radio-Compass ini.

Jika Anda pernah melihat bagian cockpit sebuah pesawat terbang, pada bagian dashboard tampak banyak sekali terpasang indikator yang beberapa diantaranya adalah kompas-magnetic (kompas-biasa) dan radio compass. Kedua alat navigasi ini memiliki fungsi yang saling-mendukung, saling-melengkapi. Sebab kedua jenis alat navigasi ini memiliki kelemahan masing-masing.


Dengan adanya kedua jenis kompas tersebut, jalur penerbangan bisa lebih terjamin keakuratan arahnya. Tidak bisa hanya mengandalkan pada kompas magnetic untuk menentukan arah sebab pada daerah-daerah tertentu benda ini seringkali tidak mampu berfungsi dengan akurat. Ini tidak baik bagi arah penerbangan. Bias derajat yang sangat kecil sekalipun bisa membuat arah penerbangan menjadi melenceng jauh, terlebih pada penerbangan jarak jauh. Pada saat-saat seperti itu lah Radio-Compass menjadi sangat berperan. Pilot akan segera memeriksa alat navigasi yang telah disetting secara intarnasional itu. Penuntun arahnya berdasarkan pemancar gelombang radio yang penyebarannya hampir memenuhi seluruh kawasan di bumi ini.

Seperti halnya GPS, pembuatan Radio-Compass pun awalnya dibuat untuk kepentingan bidang penerbangan militer. Pertama kali diperkenalkan di Jerman sebelum berkecamuknya Perang Dunia ke dua, yaitu pada sekitar tahun 1930an. Awalnya digunakan jika keadaan cuaca sedang buruk lalu kemudian pemakaiannya dikembangkan untuk system navigasi bagi penyerangan atau pengeboman menggunakan pesawat terbang pada malam hari. Misalnya untuk menentukan titik di mana bom harus dijatuhkan. Jika hanya mengandalkan penglihatan, biasanya misi seperti itu sulit dilakukan. Setelah berakhirnya perang dunia ke dua, penggunaan Radio-Compass sebagai alat bantu navigasi penerbangan dengan segera menyebar ke seluruh dunia. Terutama di Amerika.

Hingga dewasa ini ada empat jenis Radio-Compass yang digunakan dalam penerbangan standard internasional. Yaitu VHF Omni-directional Radio Range (VOR), Non Directional Beacon (NDB), Automatic Direction Finder (ADF), dan Instrument Landing System (ILS). Keempatnya memiliki fungsi tersendiri. Pada umumnya ADF dipasang pada pesawat terbang dan berfungsi guna menangkap gelombang yang dipancarkan dari NDB yang dipasang di darat yang gunanya memang untuk mengarahkan pesawat terbang menuju lapangan terbang di mana NDB dipasang. Pilot akan memposisikan pesawat sedemikian rupa hingga jarum pada ADF paralel dengan kelurusan badan pesawat. Itu dianggap sebagai arah yang benar guna menuju ke lapangan terbang tersebut.

ILS (Instrument Landing System), sesuai dengan namanya adalah berfungsi untuk memandu pilot dalam mengarahkan pesawat terbangnya ke landasan. Menurut cara kerjanya terdiri dari dua sub-sistem, yaitu untuk menunjukkan letak landasan dan memandu penerbang mendekati landasan dengan aman. Biasanya pemancarnya diletakkan di ujung landasan atau di sebelah kanan dan kiri landasan. Pada pesawat juga terpasang alat dengan nama yang sama (ILS), tapi berfungsi sebagai receiver.

VOR atau VHF Omni-directional Radio Range digunakan oleh pilot untuk memandu pesawatnya menuju ke Bandar-Udara di mana stasiun VOR dipasang. Seperti halnya ILS, receiver pada pesawat terbang juga disebut VOR. Sistem ini difungsikan saat receiver di pesawat terbang sudah mampu menangkap gelombang dari pemancar VOR yang dipasang di bandara. Pada beberapa bandara yang lebih modern, VOR digantikan oleh HSI (Horizontal Situation Indicator). Alat ini punya fungsi sama dengan VOR, tapi lebih canggih dan tentu saja harganya lebih mahal dibanding VOR.
____________________________________________________________________________________
(sumber; Dream)