Kamis, 20 Agustus 2009

apophis-2036

APOPHIS siap menabrak BUMI pada tahun 2036

Dalam mitos bangsa Mesir, Apophis adalah roh setan yang menimbulkan kehancuran, ingin membawa kegelapan abadi ke dunia.

Sebuah nama yang cocok, menurut para ahli astronomi, untuk kekacauan yang akan menghantam Bumi dari angkasa. Para ahli sedang mengamati asteroid berukuran 390 meter yang ditemukan 19 Juni 2004 yang memiliki potensi untuk bertabrakan dengan planet ini, dan terus mengingatkan pemerintah untuk bertindak.

NASA telah memperkirakan kemungkinan untuk asteroid ini untuk menabrak Bumi pada tahun 2036 akan melepaskan lebih dari 100.000 energi bom atom yang diledakkan di Hiroshima. Ribuan kilometer persegi wilayah Bumi akan langsung hancur tetapi seluruh Bumi akan mengalami efek sebagai akibat debu yang terbang ke atmosfir.

Dan, para ahli berkata, hanya ada sedikit waktu untuk membuat keputusan. Pada sebuah pertemuan untuk Near-Earth Objects (NEO) di London, para ilmuwan berkata diperlukan beberapa dekade untuk merancang, menguji, dan membuat teknologi yang diperlukan untuk mengubah arah asteroid. Monica Grady, seorang ahli meteroit pada Open University, berkata “Ini bukanlah pertanyaan tentang kapan, atau jika, sebuah objek menabrak Bumi. Banyak objek lebih kecil yang menabrak Bumi tetapi hancur di atmosfir dan kita tidak mengalami dampaknya. Tetapi untuk objek NEO yang lebih besar dari 1 km (lebar) akan menabrak Bumi setiap beberapa ribu tahun dan NEO yang lebih dari 6 km akan memusnahkan kehidupan Bumi, setiap beberapa juta tahun. Kita sedang dalam masa untuk yang besar.

Apophis adalah salah satu asteroid yang terus menerus berada dalam pengawasan NASA, karena memang berpotensi menabrak Bumi. Apophis yang juga dikenal sebagai 2004 MN4 sampai akhir tahun 2004 masih menjadi asteroid dengan kemungkinan tabrakan paling tinggi di tahun 2029. Namun awal tahun 2005 data radar menunjukan penurunan kemungkinan. Dan dalam beberapa bulan kemudian, kemungkinan terjadinya tabrakan pada tahun 2036 juga semakin merosot dan pada akhirnya mencapai angka perbandingan 1:45000.

Seorang anak berusia 13 tahun yang setingkat SMP berhasil mengkoreksi perhitungan tabrakan asteroid Apophis. Tabrakan yang menurut NASA awalnya diperkirakan hanya 1:45000 menjadi naik perbandingannya karena apophis diperkirakan akan menabrak salah satu satelit yang mengelilingi Bumi.

Perhitungan Nico Marquardt menunjukan pada tanggal 13 Oktober 2008, saat melakukan pertemuan terdekat dengan Bumi, Apophis akan memiliki kemungkinan menabrak 1 dari 40000 satelit yang ada dan mengalami perubahan lintasan orbit. Perubahan tersebut akan kembali terjadi tahun 2029 saat mendekati Bumi karena kembali Apophis kemungkinan akan mengalami tabrakan dengan satelit. Akibatnya pada tahun 2036, pada saat pertemuan dengan Bumi kemungkinan Apophis akan menabrak Bumi menjadi 1:450 atau seratus kali lebih tinggi dari perkiraan NASA.
Alan Fitzsimmons -- seorang ahli astronomi dari Queen’s University berkata “Apabila dia melewati kita pada tanggal 13 April 2029, maka pada tahun 2036 dia akan menghantam kita”.












(Ilustrasi apophis menambrak bumi di tahun 2036)
Secara resmi pihak NASA mengeluarkan rilis berita tentang kemungkinan tabrakan Apophis. Berita yang beredar juga menyebutkan kalau Nico Marquardt dan NASA sudah mencapai kesepakatan, bahkan NASA telah mengakui kalau ada kesalahan dalam perhitungan mereka.

Dari kantor Near-Earth Object (NEO) Program di NASA’s Jet Propulsion Laboratory, Pasadena -- Calif, dinyatakan bahwa NEO tidak pernah merubah estimasi yang ada saat ini terhadap kemungkinan tabrakan Apophis. Apophis tetap akan memiliki kemungkinan tabrakan yang rendah dengan Bumi yakni 1:45000 di tahun 2036. Bahkan NASA khususnya dari NEO Program menyatakan, para peneliti mereka belum pernah melakukan kontak maupun korespondensi dengan siswa tersebut.

Dalam berita sebelumnya, dinyatakan Nico Marquardt melakukan perhitungan terhadap kemungkinan tabrakan antara asteroid Apophis dengan satelit buatan sepanjang close encounter (pertemuan terdekat) dengan Bumi pada tahun 2029.

Sayangnya, pada tahun 2029 saat asteroid Apophis tersebut mendekati Bumi, ia tidak akan melewati area di dekat sabuk utama satelit Geosynchronous. Dengan kata lain, kesempatan terjadinya tabrakan dengan satelit buatan sangat jauh.

Karena itu, pertimbangan skenario kemungkinan tabrakan dengan satelit tetap tidak akan mempengaruhi kemungkinan tabrakan yang sudah diperhitungkan saat ini, yakni satu berbanding 45.000.

NASA, khususnya program NEO, bertugas untuk mendeteksi dan mencari jejak asteroid dan komet yang melintas dekat Bumi. Mereka akan mencari dan menghitung jejak orbit si objek untuk menentukan apakah peristiwa itu berbahaya bagi Bumi atau tidak.
Pers Release NASA
__________________________________________

(sumber; resep.web.id)


video-illustration about it;

~ vide0-1





~ vide0-2







~ vide0-3







~ vide0-4

~ vide0-5

Minggu, 16 Agustus 2009

Gliese 581 C

Gliese 581 C -- Planet yang Mungkin Ditempati Manusia

Inilah planet yang mungkin akan kita tempati nanti,
namanya Gliese 581 C

489px-gliese_581_c

Sebuah planet yang mirip dengan planet bumi ditemukan di luar tata surya kita dan ini merupakan planet pertama yang memiliki air dan juga bisa menyokong kehidupan di sana, seperti yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan.

Seperti yang kita ketahui, air merupakan kunci dari kehidupan. Planet yang telah diketemukan ini berada pada jarak yang tidak terlalu jauh ataupun terlalu dekat dengan bintangnya(matahari) sehingga dapat menjaga airnya tidak membeku ataupun menguap.

Penemuan planet ini merupakan peristiwa penting dalam hal pencarian planet dan juga pencarian ET(alien) untuk merubah pandangan kita terhadap tata surya, namun Para astronomer masih belum dapat menemukan adanya kehidupan biologis di sana.

“Tujuannya adalah untuk menemukan adanya kehidupan seperti halnya di bumi“, kata Stephane Udry -- kepala peneliti di observatorium Jenewa -- Swiss. “Setiap kali Anda maju 1 langkah, Anda akan merasa bahagia”.

Planet baru ini kira2 50% lebih besar dan 5 kali lebih padat dari bumi kita ini. (lumayan bisa mengatasi kepadatan penduduk). Planet baru ini diberi nama Gliese 581 C, berdasarkan nama mataharinya Gliese 581 yang terletak sejauh 20.5 tahun cahaya dan ukurannya yang hanya sebesar 1/3 dari matahari kita.

Gliese 581 C merupakan planet terkecil di luar tata surya kita yang pernah diketemukan. Jarak terhadap mataharinya kira2 15 kali lebih dekat dibandingkan dengan jarak dari bumi menuju matahari kita dan 1 tahun di planet itu sama dengan 13 hari di planet bumi. (jadi bisa lebih sering2 ulang tahun. Karena mataharinya yang lebih dikenal sebagai M dwarf(yang artinya bintang merah kurcaci) sekitar 50 kali lebih redup dari cahaya matahari bumi kita dan juga tidak begitu panas, maka planet-planetnya dapat mengorbit dengan lebih dekat dengan matahari mereka dengan tetap mempertahankan kandungan air di planet mereka masing2.

Karena sifatnya yang mirip sekali dengan bumi kita ini, Gliese 581 C menjadi target penting dalam penjelajahan luar angkasa untuk mencari ET, kata anggota team peneliti Xavier Delfosse dari Universitas Grenoble di Perancis.

“Ibaratnya dalam peta harta karun, planet Gliese 581 C kita tandai dengan X”, kata Xavier.
Terdapat dua planet lain yang juga mengorbit matahari yang sama. Yang satu mempunyai massa sekitar 15 kali bumi dan mengorbit lebih dekat ke mataharinya daripada Gliese 581 C sendiri dan diketemukan oleh tim yang sama 2 tahun yang lalu. Sedangkan yang lainnya mempunyai massa 8 kali bumi dan diketemukan pada waktu yang hampir sama dengan saat Gliese 581 C diketemukan namun agak sedikit terletak di luar orbitnya.

Planet Gliese 581 C mungkin berupa planet berbatu seperti bumi ataupun juga berupa planet yang diselubungi oleh samudra. Diperkirakan suhu planet ini berada antara 0-40o C sehingga bisa dipastikan airnya tidak membeku.

_______________________________________

sumber; asepnegara.com -- www.msnbc.msn.com

Share now!

Tags:

Sabtu, 20 Juni 2009

nano-satelit--Delfi-n3Xt

Mahasiswa RI Luncurkan Satelit di Belanda 2010
Merintis Kebangkitan Dunia Antariksa Indonesia dari Belanda
Aryo Primagati dan Dwi Hartanto memberikan presentasi mengenai proyek nanosatelit di Delf, Belanda.


Kamis, 18 Juni 2009 | 10:31 WIB

Laporan Wartawan Persda Yon Daryono dari Belanda

DELFT, KOMPAS.com — Kemampuan mahasiswa Indonesia di luar negeri ternyata cukup membanggakan nama Tanah Air. Dwi Hartanto -- mahasiswa master di Universitas Teknologi Delft (TU Delft) -- Belanda, rencananya akan meluncurkan nanosatelit yang dinamakan Delfi-n3Xt pada pertengahan tahun 2010.

Sebelumnya, nanosatelit Delfi-C3 juga berhasil diluncurkan pada tahun 2008. Nanosatelit ini diklaim sebagai satelit pertama buatan mahasiswa di Belanda yang berhasil mengorbit bumi.

Rahmadi -- Wakil Sekjen PPI Belanda, menyampaikan informasi tersebut kepada Persda network melalui surat elektronik (e-mail) seusai Kolokium PPI Delft (KOPI Delft) yang rutin diadakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia di Delft -- Belanda -- pekan lalu. "Dwi memaparkan riset pembuatan nanosatelit, mulai dari disain, fitur-fitur yang disyaratkan, serta misi peluncurannya", ujar Rahmadi.

Menurutnya, keberhasilan salah satu mahasiswa asal Indonesia seperti Dwi patut diapresisasi. Pasalnya, dunia riset memang semestinya terbangun oleh tiga pilar besar, yaitu; institusi pendidikan, pemerintah dan industri.

Pada kesempatan itu pula, kolega Dwi -- Aryo Primagati, yang saat ini bekerja sebagai insinyur telekomunikasi pada ISIS (Innovative Solutions in Space) -- sebuah perusahaan kecil yang didirikan alumni TU Delft yang pernah terlibat pada proyek nanosatelit Delfi-C3, mengatakan bahwa riset pembuatan nanosatelit sangat cocok dijadikan proyek penelitian dalam skala universitas. Selain disain yang lebih sederhana pada ukuran yang lebih kecil, dana yang dibutuhkan juga jauh lebih kecil dibandingkan satelit konvensional.

Sekadar perbandingan, Aryo mengatakan bahwa untuk membangun dan meluncurkan sebuah satelit normal diperlukan biaya jutaan euro (puluhan hingga ratusan miliar rupiah) dengan waktu pengembangan 5-10 tahun. Adapun untuk nanosatelit, seperti Delfi C3 atau Delfi-n3Xt, hanya diperlukan waktu satu sampai dua tahun pengembangan dengan biaya sekitar 100 sampai 200.000 euro (sekitar Rp 1,5 sampai Rp 3 miliar).

Pada akhir sesi presentasi KOPI Delft kali ini, Dedy Wicaksono -- peneliti pasca-doktoral di TU Delft, memaparkan visi dan ambisi mereka bersama untuk menggagas sebuah proyek nanosatelit untuk mahasiswa Indonesia yang diberi nama INSPIRE (Indonesian Nano-Satellite Platform Initiative for Research and Education).

Mengingat, sebenarnya Indonesia telah merintis dunia riset antariksa sejak dekade 1960-an. Ide yang dibawa oleh Dedy bersama koleganya adalah membuat suatu konsorsium yang terdiri dari berbagai universitas di Indonesia, lembaga-lembaga penelitian pemerintah, dan tentunya rekanan dari dunia industri sebagai sponsor pendanaan.

Senada dengan Dedy, Aryo pun menilai misi peluncuran INSPIRE 1 hendaknya tidak terlalu mensyaratkan misi yang terlampau sulit. Pada kenyataannya, selain sebagai satelit komunikasi radio amatir, misi Delfi-C3 yang utama adalah sebagai technology demonstration and development. Mengenai masalah pendanaan, kiranya perlu dicari solusi yang terbaik. Salah satu yang sudah direncanakan adalah mengajukan proposal proyek INSPIRE ke berbagai pihak terkait di Tanah Air.

Acara Kolokium PPI Delft atau sering disingkat KOPI Delft ini adalah acara rutin dwi mingguan yang diadakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia di Delft -- Belanda. (yondaryono, persdanetwork)

_____________________________________________

(sumber; KOMPAS)

Bimasakti -- Andromeda

Galaksi Bimasakti dan Andromeda Mendekat
Kamis, 11 Juni 2009 | 09:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Data dari peneropongan puluhan teleskop raksasa di dunia telah mengungkap proses yang terjadi di jagad-raya. Diketahui Galaksi Bimasakti dan Andromeda atau M31 bergerak mendekat. Dalam dua miliar tahun, dua galaksi itu akan mulai bertabrakan. Saat itu akan mengakibatkan kiamat bagi bumi yang berada di Galaksi Bimasakti.

Hal ini dilontarkan Tony Seno Hartono selaku National Technology Officer MicrosoftIndonesia seusai penyerahan perangkat World Wide Telescope (WWT) kepada Direktur Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP Iptek) Finarya Legoh di Taman Mini Indonesia Indah -- Jakarta, Rabu (10/6).

Perangkat WWT terdiri atas teleskop elektron yang dihubungkan dengan sistem komputer interaktif. Di dalamnya berisi database yang memuat paduan gambar benda-benda di antariksa yang diambil dari 21 teleskop yang tersebar di dunia. Pemaduan gambar yang jumlahnya mencapai jutaan itu dilakukan Jim Crey dari Microsoft. Data yang diberikan NASA untuk WWT atau publik merupakan data pemantauan enam bulan silam, kata Tony.

Dengan memadukan hasil peneropongan ini, selain kemungkinan tabrakan antargalaksi juga diketahui, bulan ternyata bergerak menjauh 3 sentimeter per hari. ”Dengan demikian, pada suatu ketika kita tak lagi melihat bulan dari permukaan Bumi dengan mata telanjang”, ujar Tony.

Staf Ahli Menteri Negara Riset dan Teknologi Engkos Koswara menjelaskan, selain ditempatkan di PP Iptek, perangkat WWT lebih dulu dioperasikan di Teropong Bintang Bosscha -- Lembang, sebagai sarana pembelajaran bagi mahasiswa Astronomi ITB. Perangkat WWT pertama kali diperkenalkan Bill Gates kepada Presiden RI ketika berkunjung ke Jakarta beberapa tahun lalu.

Dalam sambutannya, Finarya mengatakan, selain WWT di PP Iptek juga terdapat galeri astronomi dan beberapa teleskop matahari yang bisa digunakan pengunjung. Dalam menyambut tahun Astronomi Internasional pada 2009, PP Iptek juga menggelar beberapa kegiatan terkait, antara lain perkemahan siswa untuk melakukan peneropongan bintang malam hari.


YUN
__________________________________
(sumber; KOMPAS)

danau di Mars

Bukti Pertama Ada Danau di Mars
Kamis, 18 Juni 2009 | 15:07 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com — Ngarai dalam dan panjang serta bekas pantai barangkali merupakan bukti paling jelas mengenai keberadaan danau di permukaan Mars. Menurut beberapa ilmuwan, Rabu (17/6), diduga danau itu pernah berisi air, tetapi kini sudah kering.

Gambar dari sebuah kamera yang disebut High Resolution Imaging Science Experiment di pesawat Reconnaissance Orbiter menunjukkan air memotong ngarai sepanjang 50 kilometer. Demikian diungkapkan tim di University of Colorado -- Boulder.

"Danau itu diduga memiliki ukuran 200 kilometer persegi dan kedalaman 450 meter", tulis para peneliti tersebut di jurnal Geophysical Research Letters dan dilansir Reuters.

Sekarang tak ada perdebatan bahwa air memang ada di permukaan Mars; robot peneliti telah menemukan es. Juga ada bukti bahwa air mungkin masih merembes ke permukaan dari bawah tanah, kendati air itu segera hilang akibat cuaca dingin, atmosfer tipis Planet Merah tersebut.

Beberapa ilmuwan mengenai planet juga telah melihat apa yang boleh jadi merupakan tepi sungai raksasa dan laut, tetapi sebagian bentuk itu juga dapat diperdebatkan dan diduga terbentuk oleh longsoran tanah kering. "Ini adalah bukti pertama yang tak meragukan mengenai garis pantai di permukaan Mars", kata Gaetano Di Achille, yang memimpin studi tersebut.

"Pengidentifikasian jalur pantai dan bukti ekologi yang menyertai memungkinkan kami menghitung ukuran dan volume danau itu, yang tampaknya terbentuk sekitar 3,4 juta tahun lalu", kata Di Achille dalam satu pernyataan.

Air adalah kunci bagi kehidupan dan para ilmuwan mencari dengan sia-sia bukti mengenai kehidupan, baik pada waktu lalu, maupun sekarang, di Mars. Keberadaan air di planet itu juga dapat bermanfaat bagi penelitian manusia pada masa depan. "Di Bumi, delta dan danau adalah pengumpul yang sangat bagus dan pelestari tanda kehidupan masa lalu", kata Di Achille. "Jika kehidupan pernah ada di Mars, delta mungkin menjadi kunci guna membuka rahasia biologi masa lalu di Mars", kata Di Achille.

"Bukan hanya penelitian ini membuktikan bahwa ada sistem danau yang lama hidup di Mars, tapi kita juga dapat melihat bahwa danau yang terbentuk setelah kondisi hangat, basah, diduga telah hilang", kata asisten profesor -- Brian Hynek.

Danau tersebut barangkali telah menguap atau membeku selama perubahan iklim singkat. Demikian dikatakan para peneliti itu. Airnya diduga telah berubah menjadi uap. Tak seorang pun mengetahui apa yang mengubah Mars dari planet yang hangat dan lembab menjadi seperti sekarang: gurun beku tanpa udara.


ONO
__________________________________________________________________
sumber; Antara via KOMPAS

NASA--satelit--bulan

NASA Luncurkan Satelit Pencari Air ke Bulan
NASA luncurkan satelit pencari air ke bulan.


Jumat, 19 Juni 2009 | 09:00 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com — NASA meluncurkan dua satelit penelitian ke antariksa, Kamis (18/6), dalam langkah pertama perjalanan panjang untuk mengembalikan manusia ke Bulan pada 2020.

Dua misi Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) dan LCROSS diluncurkan dengan menggunakan roket~Atlas-V dari Pusat Antariksa Kennedy--Florida, dalam misi penelitian bersejarah ke Bulan guna mencari sumber-air dan tempat pendaratan bagi satelit Bumi.

Cuaca buruk menunda peluncuran tersebut selama 20 menit, sebelum para pejabat dari Badan Antariksa AS memberi lampu hijau bagi peluncuran misi itu.

Badan Antariksa AS, yang berharap dapat mengirim astronot ke satelit alam Bumi paling lambat 2020 untuk kunjungan pertama sejak 1972, mengumumkan bahwa badan tersebut berada pada jalur untuk meluncurkan misi LRO dan LCROSS dengan menggunakan roket~Atlas-V dari Pusat Antariksa Kennedy, Florida.

Sehari setelah menangguhkan peluncuran pesawat ulang-alik Endeavour untuk kedua kali dalam satu pekan akibat kebocoran bahan bakar hidrogen, NASA menyatakan, lembaga itu menyiapkan tiga jendela pada pukul 17.12 waktu setempat (Jumat, 04.00 WIB), pukul 17.22 waktu setempat (Jum'at, 04.22 WIB) dan pukul 17.32 waktu setempat (Jum'at, 04.32 WIB). Jika tak ada yang berhasil, para pejabat telah memaraf tiga peluang lagi pada Jum'at malam.

Misi tersebut adalah langkah pertama dalam perjalanan panjang guna melakukan eksplorasi lebih lanjut mengenai sistem matahari ke planet, Mars dan lebih jauh lagi. "Misi robot itu akan memberi kami keterangan yang kami perlukan guna membuat keputusan mengenai kehadiran manusia pada masa depan di bulan", kata Manajer-Program~Todd-May kepada wartawan awal pekan ini.

Satelit Pengindera dan Pengamatan Kawah Bulan (LCROSS) secara khusus akan menjadi upaya paling spektakuler NASA selama bertahun-tahun. Untuk mencari es air di Bulan—komponen paling penting bagi rencana penempatan koloni manusia di Bulan—penyelidikan tersebut akan menganalisis data dari Bulan setelah roket-Centaur, yang terpisah, jatuh di kawah-gelap yang selamanya, di bagian gelap Bulan yang tak pernah terkena sinar Matahari.

Setelah meneliti benda bulan, satelit peneliti Kamikaze akan mengikuti langkah roket itu dengan menjatuhkan dirinya di Bulan dengan kecepatan rata-rata 2,5 kilometer per detik. Secara keseluruhan, NASA menyatakan, kedua misi itu akan menggali sebanyak 500 ton meter benda bulan dan mulai mencari tanda kemungkinan sumber air yang telah lama membeku dan mengkaji susunan mineral yang tak pernah disaksikan di dunia.

Adapun LRO diharapkan dapat memajukan dasar pengetahuan upaya antariksa melalui keberadaan selama satu tahun di orbit sekitar 50 kilometer yang merupakan jarak paling dekat setiap pesawat antariksa pernah terus-menerus mengorbit di bulan.

Misi LRO sebesar 500 juta dollar AS dirancang untuk memberi NASA peta mengenai ketepatan yang tak pernah terjadi sebelumnya, yang akan penting dalam memetakan tempat yang mungkin bagi pendaratan.

ONO
____________________________________________________________________
Sumber: Antara via KOMPAS

Minggu, 24 Mei 2009

isu-kiamat--2012

Isu Kiamat Tahun 2012 yang Meresahkan
oleh; Yuni Ikawati
Rabu, 26 November 2008 13:07 WIB

Di internet saat ini tengah dibanjiri tulisan yang membahas prediksi suku-Maya yang pernah hidup di selatan-Meksiko atau Guatemala tentang kiamat yang bakal terjadi pada 21-Desember-2012.

Pada manuskrip peninggalan suku yang dikenal menguasai ilmu-falak dan sistem-penanggalan ini, disebutkan pada tanggal di atas akan muncul gelombang-galaksi yang besar sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka-Bumi ini.

Di luar ramalan suku-Maya yang belum diketahui dasar perhitungannya, menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bambang S. Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai-Matahari. Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak tahun 1975.

Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai-Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan-besar di atmosfer-Matahari yang daya-nya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran-partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.

Gangguan cuaca-Matahari ini dapat mempengaruhi kondisi muatan-antariksa hingga mempengaruhi magnet-Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem-kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit-navigasi global positioning system (GPS) dan sistem-komunikasi yang menggunakan satelit-komunikasi dan gelombang-frekuensi-tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan-manusia.

”Karena gangguan magnet-Bumi, pengguna alat pacu-jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.


Langkah-Antisipatif

Dari Matahari, miliaran-partikel-elektron sampai ke lapisan-ionosfer-Bumi dalam waktu empat-hari, jelas Jiyo-Harjosuwito, Kepala Kelompok Peneliti Ionosfer dan Propagasi Gelombang Radio. Dampak dari serbuan partikel elektron itu di kutub magnet Bumi berlangsung selama beberapa hari. Selama waktu itu dapat dilakukan langkah antisipatif untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Mengantisipasi munculnya badai-antariksa itu, lanjut Bambang, Lapan tengah membangun pusat sistem pemantau cuaca antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan Bandung. Obyek yang dipantau antara lain lapisan ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh pada Januari 2009 mendatang.

Langkah antisipatif yang telah dilakukan Lapan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari munculnya badai antariksa, yaitu Dephankam, TNI, Dephub, PLN dan Depkominfo, serta pemerintah daerah. Saat ini pelatihan bagi aparat pemda yang mengoperasikan radio-HF telah dilakukan sejak lama, kini telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal radio.


Bambang mengimbau PLN agar melakukan langkah antisipatif dengan melakukan pemadaman sistem kelistrikan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk. Untuk itu, sosialisasi harus dilakukan pada masyarakat bila langkah itu akan diambil.

Selain itu, penerbangan dan pelayaran yang mengandalkan satelit-GPS sebagai sistem-navigasi hendaknya menggunakan sistem-manual ketika badai-antariksa terjadi, dalam memandu tinggal-landas atau pendaratan pesawat-terbang.

Perubahan densitas elektron akibat cuaca antariksa, jelas peneliti dari PPSA Lapan, Effendi, dapat mengubah kecepatan gelombang radio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delai-propagasi pada sinyal-GPS.

Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tak berfungsi lagi.

Saat ini Lapan telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk menghadapi gangguan tersebut untuk komunikasi radio HF.

”Saat ini tengah dipersiapkan pemodelan yang sama untuk bidang navigasi,” tutur Bambang.


Yuni Ikawati
Sumber : Kompas Cetak
___________________________________________________________________
(sumber; Kompas.com & YesusKristus.com)

library;
~ library-1


video-illustration about it;

~ vide0-1






~ vide0-2
~ vide0-3
~ vide0-4
~ vide0-5


Jumat, 08 Mei 2009

Radio-Compass--Dream

Radio-Compass

Apa itu radio-compass?

Yang jelas bukan radio untuk yang sering mengudarakan berita terkini atau melantunkan lagu-lagu hits teranyar. Dan juga bukan radio transistor yang dilengkapi dengan kompas.

Alat ini memiliki fungsi seperti kompas. Bedanya, jika kompas bekerja karena adanya medan magnet Kutub-Utara dan Kutub-Selatan, maka Radio-Compass bekerja karena adanya pemancar-gelombang-radio yang biasanya sengaja dipasang pada lapangan terbang.
Radio-Compass ini menjadi alat navigasi yang sangat vital, terlebih sebelum dunia sipil belum diperkenankan untuk menggunakan GPS (Global Positioning System). Terbang tinggi di angkasa untuk menuju ke tempat yang jauh, hanya akan membahayakan penerbangan tanpa dilengkapi peralatan navigasi yang memadai. Misalnya Radio-Compass ini.

Jika Anda pernah melihat bagian cockpit sebuah pesawat terbang, pada bagian dashboard tampak banyak sekali terpasang indikator yang beberapa diantaranya adalah kompas-magnetic (kompas-biasa) dan radio compass. Kedua alat navigasi ini memiliki fungsi yang saling-mendukung, saling-melengkapi. Sebab kedua jenis alat navigasi ini memiliki kelemahan masing-masing.


Dengan adanya kedua jenis kompas tersebut, jalur penerbangan bisa lebih terjamin keakuratan arahnya. Tidak bisa hanya mengandalkan pada kompas magnetic untuk menentukan arah sebab pada daerah-daerah tertentu benda ini seringkali tidak mampu berfungsi dengan akurat. Ini tidak baik bagi arah penerbangan. Bias derajat yang sangat kecil sekalipun bisa membuat arah penerbangan menjadi melenceng jauh, terlebih pada penerbangan jarak jauh. Pada saat-saat seperti itu lah Radio-Compass menjadi sangat berperan. Pilot akan segera memeriksa alat navigasi yang telah disetting secara intarnasional itu. Penuntun arahnya berdasarkan pemancar gelombang radio yang penyebarannya hampir memenuhi seluruh kawasan di bumi ini.

Seperti halnya GPS, pembuatan Radio-Compass pun awalnya dibuat untuk kepentingan bidang penerbangan militer. Pertama kali diperkenalkan di Jerman sebelum berkecamuknya Perang Dunia ke dua, yaitu pada sekitar tahun 1930an. Awalnya digunakan jika keadaan cuaca sedang buruk lalu kemudian pemakaiannya dikembangkan untuk system navigasi bagi penyerangan atau pengeboman menggunakan pesawat terbang pada malam hari. Misalnya untuk menentukan titik di mana bom harus dijatuhkan. Jika hanya mengandalkan penglihatan, biasanya misi seperti itu sulit dilakukan. Setelah berakhirnya perang dunia ke dua, penggunaan Radio-Compass sebagai alat bantu navigasi penerbangan dengan segera menyebar ke seluruh dunia. Terutama di Amerika.

Hingga dewasa ini ada empat jenis Radio-Compass yang digunakan dalam penerbangan standard internasional. Yaitu VHF Omni-directional Radio Range (VOR), Non Directional Beacon (NDB), Automatic Direction Finder (ADF), dan Instrument Landing System (ILS). Keempatnya memiliki fungsi tersendiri. Pada umumnya ADF dipasang pada pesawat terbang dan berfungsi guna menangkap gelombang yang dipancarkan dari NDB yang dipasang di darat yang gunanya memang untuk mengarahkan pesawat terbang menuju lapangan terbang di mana NDB dipasang. Pilot akan memposisikan pesawat sedemikian rupa hingga jarum pada ADF paralel dengan kelurusan badan pesawat. Itu dianggap sebagai arah yang benar guna menuju ke lapangan terbang tersebut.

ILS (Instrument Landing System), sesuai dengan namanya adalah berfungsi untuk memandu pilot dalam mengarahkan pesawat terbangnya ke landasan. Menurut cara kerjanya terdiri dari dua sub-sistem, yaitu untuk menunjukkan letak landasan dan memandu penerbang mendekati landasan dengan aman. Biasanya pemancarnya diletakkan di ujung landasan atau di sebelah kanan dan kiri landasan. Pada pesawat juga terpasang alat dengan nama yang sama (ILS), tapi berfungsi sebagai receiver.

VOR atau VHF Omni-directional Radio Range digunakan oleh pilot untuk memandu pesawatnya menuju ke Bandar-Udara di mana stasiun VOR dipasang. Seperti halnya ILS, receiver pada pesawat terbang juga disebut VOR. Sistem ini difungsikan saat receiver di pesawat terbang sudah mampu menangkap gelombang dari pemancar VOR yang dipasang di bandara. Pada beberapa bandara yang lebih modern, VOR digantikan oleh HSI (Horizontal Situation Indicator). Alat ini punya fungsi sama dengan VOR, tapi lebih canggih dan tentu saja harganya lebih mahal dibanding VOR.
____________________________________________________________________________________
(sumber; Dream)

Kamis, 23 April 2009

Stephen-Hawking--jagad-SAINS

Penemu Teori 'Big-Bang' Sakit
Selasa, 21 April 2009 09:54 WIB
Penemu Teori Big Bang Sakit

AFP

LONDON--MI: Ilmuwan terkemuka di bidang fisika, Prof Stephen Hawking--67, yang dikenal dengan teori 'Big-Bang' ('Ledakan-Besar') yang mendahului kejadian alam raya, diberitakan dalam keadaan sakit keras di rumah sakit, namun saat ini sedikit membaik.

Stephen Hawking yang dibawa ke rumah sakit Addenbrooke's Hospital--Cambridge itu menderita motor-neurone dan dalam kondisi tak sehat selama dua pekan terakhir, demikian stasiun televisi BBC--London melaporkan Senin (20/4) malam.

Prof Hawking, penulis buku 'A Brief History of Time', bekerja di Cambridge University lebih dari 30 tahun akan tampil sebagai dosen-tamu di Amerika-Serikat, namun dia terpaksa membatalkan acaranya di Arizona State University itu.

Profesor Peter Haynes--ketua jurusan MTFT Universitas Cambridge, mengatakan Profesor Hawking merupakan kolega yang luar biasa. "Kami berharap dia akan segera kembali bersama kami lagi", katanya.

Profesor Hawking yang terkenal dengan teori Big-Bang itu menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Addenbrooke--Cambridge.

Prof Hawking yang kini berbicara dengan alat bantu sintesis suara dan memiliki tiga anak dan satu cucu itu mengumumkan akan mundur sebagai guru besar matematika pada akhir tahun akademik 2009, karena kebijakan bahwa usia 67 berhak untuk pensiun.

Ahli fisika terkemuka yang mengunakan kursi roda itu pada akhir Februari lalu terbang ke AS menjadi dosen tamu di California's Institute of Technology. (Ant/OL-02)

sent from my BlackBerry® smartphone from sinyal bagus XL, nyambung teruuusss...!

__________________________________________________

(sumber; Media-Indonesia)

Senin, 20 April 2009

teleskop--pemburu-planet--jagad-sains

Teleskop Pemburu Planet Rekam 4,5 Juta Bintang
Salah satu foto pertama yang dikirim Teleskop Ruang Angkasa Kepler ke Bumi.


Minggu, 19 April 2009 | 19:59 WIB

PASADENA, KOMPAS.com - Misi pencarian planet-planet padat yang menyerupai bumi ke seluruh penjuru langit segera dimulai. Teleskop Kepler milik badan antariksa AS (NASA) telah diaktifkan dan mengirimkan foto-foto langit pertamanya.

Foto tersebut menggambarkan luas cakupan yang akan disorot teleskop tersebut untuk mencari planet-planet lain di luar tata-surya. Kepler diarahkan ke kawasan Cygnus-Lyra di salah satu sudut galaksi Bima-Sakti yang paling padat bintang-bintang.

Salah satu foto yang menggambarkan kawasan yang mengandung 4,5 juta bintang. Lebih dari 100.000 di antaranya diperkirakan dikelilingi planet.

"Kami berharap dapat menemukan ratusan planet yang mengelilingi bintang-bintang tersebut dan untuk pertama kalinya, kita bisa melihat planet-planet seukuran bumi yang mengelilingi-bintang serupa matahari", kata William-Borucki -- ilmuwan dari Pusat Riset Ames milik NASA di Moffett-Field--California.

Selama 3,5 tahun ke depan Kepler hanya bertugas menyeleksi sasaran yang potensial. Teleskop tersebut akan mengamati langit terus-menerus dan melihat kemungkinan terjadinya kedipan di setiap bintang yang biasa terjadi karena planet melintas di depannya. Kamera 95 megapiksel yang dibawanya dapat mendeteksi perubahan cahaya bintang sangat kecil dari 20 bagian permil.

"Semua hal tentang Kepler sudah dioptimalisasikan untuk menemukan planet seukuran bumi", ujar James-Franson -- manajer proyek Kepler di Laboratorium~Propulsi-Jet -- Pasadena-California. Ia mengatakan pemotretan akan dilakukan secara bertahap sampai bisa ditentukan bahwa di suatu bintang terdapat planet yang mirip Bumi.


WAH
Sumber: NASA via KOMPAS

Sabtu, 18 April 2009

The Biography of Albert-Einstein

The Biography of Albert-Einstein

(The Nobel Prize in Physics 1921)

Albert Einstein was born at Ulm, in Württemberg, Germany, on March 14, 1879. Six weeks later the family moved to Munich, where he later on began his schooling at the Luitpold Gymnasium. Later, they moved to Italy and Albert continued his education at Aarau, Switzerland and in 1896 he entered the Swiss Federal Polytechnic School in Zurich to be trained as a teacher in physics and mathematics. In 1901, the year he gained his diploma, he acquired Swiss citizenship and, as he was unable to find a teaching post, he accepted a position as technical assistant in the Swiss Patent Office. In 1905 he obtained his doctor's degree.

During his stay at the Patent Office, and in his spare time, he produced much of his remarkable work and in 1908 he was appointed Privatdozent in Berne. In 1909 he became Professor Extraordinary at Zurich, in 1911 Professor of Theoretical Physics at Prague, returning to Zurich in the following year to fill a similar post. In 1914 he was appointed Director of the Kaiser Wilhelm Physical Institute and Professor in the University of Berlin. He became a German citizen in 1914 and remained in Berlin until 1933 when he renounced his citizenship for political reasons and emigrated to America to take the position of Professor of Theoretical Physics at Princeton*. He became a United States citizen in 1940 and retired from his post in 1945.

After World War II, Einstein was a leading figure in the World Government Movement, he was offered the Presidency of the State of Israel, which he declined, and he collaborated with Dr. Chaim Weizmann in establishing the Hebrew University of Jerusalem.

Einstein always appeared to have a clear view of the problems of physics and the determination to solve them. He had a strategy of his own and was able to visualize the main stages on the way to his goal. He regarded his major achievements as mere stepping-stones for the next advance.

At the start of his scientific work, Einstein realized the inadequacies of Newtonian mechanics and his special theory of relativity stemmed from an attempt to reconcile the laws of mechanics with the laws of the electromagnetic field. He dealt with classical problems of statistical mechanics and problems in which they were merged with quantum theory: this led to an explanation of the Brownian movement of molecules. He investigated the thermal properties of light with a low radiation density and his observations laid the foundation of the photon theory of light.

In his early days in Berlin, Einstein postulated that the correct interpretation of the special theory of relativity must also furnish a theory of gravitation and in 1916 he published his paper on the general theory of relativity. During this time he also contributed to the problems of the theory of radiation and statistical mechanics.

In the 1920's, Einstein embarked on the construction of unified field theories, although he continued to work on the probabilistic interpretation of quantum theory, and he persevered with this work in America. He contributed to statistical mechanics by his development of the quantum theory of a monatomic gas and he has also accomplished valuable work in connection with atomic transition probabilities and relativistic cosmology.

After his retirement he continued to work towards the unification of the basic concepts of physics, taking the opposite approach, geometrisation, to the majority of physicists.

Einstein's researches are, of course, well chronicled and his more important works include Special Theory of Relativity (1905), Relativity (English translations, 1920 and 1950), General Theory of Relativity (1916), Investigations on Theory of Brownian Movement (1926), and The Evolution of Physics (1938). Among his non-scientific works, About Zionism (1930), Why War? (1933), My Philosophy (1934), and Out of My Later Years (1950) are perhaps the most important.

Albert Einstein received honorary doctorate degrees in science, medicine and philosophy from many European and American universities. During the 1920's he lectured in Europe, America and the Far East and he was awarded Fellowships or Memberships of all the leading scientific academies throughout the world. He gained numerous awards in recognition of his work, including the Copley Medal of the Royal Society of London in 1925, and the Franklin Medal of the Franklin Institute in 1935.

Einstein's gifts inevitably resulted in his dwelling much in intellectual solitude and, for relaxation, music played an important part in his life. He married Mileva Maric in 1903 and they had a daughter and two sons; their marriage was dissolved in 1919 and in the same year he married his cousin, Elsa Löwenthal, who died in 1936. He died on April 18, 1955 at Princeton, New Jersey.

From Nobel Lectures, Physics 1901-1921, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, 1967

This autobiography/biography was written at the time of the award and first published in the book series Les Prix Nobel. It was later edited and republished in Nobel Lectures. To cite this document, always state the source as shown above.


* Albert Einstein was formally associated with the Institute for Advanced Study located in Princeton, New Jersey.

Copyright © The Nobel Foundation 1922
___________________________________________________
(sumber; Nobelprize.org)